Wednesday, December 26, 2018

Negeri Kardus




Ada sebuah negeri yang indah. Sawah ladangnya luas, ijo royo-royo. Semestinya rakyat negeri tersebut hidup makmur, gemah ripah loh jinawi. Sejahtera karena kekayaan alamnya sangat luas dan melimpah. Tapi ternyata yang terjadi tidak demikian. Rakyat susah. Kebutuhan dasarnya nyaris tak terpenuhi. Di seluruh lini kehidupan, sempitnya bukan main.


Negeri ini dulunya disebut sebagai negeri bebek, karena gemar membebek pada negeri kufur. Dikiranya negeri kufur itu super power, padahal sangat rapuh. Karena kerusakan telah menggerogoti seluruh sendi masyarakat. Negeri yang katanya super power tadi, perlahan-lahan akan tumbang karena cacat yang dibawanya sejak lahir yaitu cacat ideologi.


Ketika negeri bebek berubah status menjadi negeri kardus, bukan berarti sebuah prestasi. Sebab antara kedua label tersebut, tidak ada yang lebih bagus antara satu dengan yang lain. Nama negeri kardus mendadak viral di kalangan netizen sebab keputusan yang diambil penguasa negeri tersebut. Yaitu mengganti kotak pemilu berbahan alumunium menjadi kardus.


Akan tetapi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman kemudian membantah menggunakan kotak suara berbahan kardus untuk Pemilu 2019. Kotak suara yang banyak dipermasalahkan terutama di media sosial itu disebut KPU berbahan dasar karton kedap air, kata Arief di Kantor KPU Pusat, Jakarta, Jumat (14/12). Bukan kardus.


Selain itu menurutnya, penggunaan karton kedap air juga mengefisiensi anggaran. “Menghemat biaya penyimpanan, menghemat biaya produksi, distribusi, banyak penghematannya,” kata Arief, cnnIndonesia.com (16/12).


Sayang sekali yang terjadi malah di luar harapan bapak ketua KPU. Hujan deras beberapa hari belakangan ini tak hanya membuat sejumlah ruas jalan tergenang air. Bahkan kantor KPU Badung juga terkena dampak.  Sebanyak 2.065 kotak suara kardus beserta ratusan bilik suara sempat tergenang air dan akhirnya hancur lumat seperti bubur.


Niat untuk berhemat menjadi luluh lantak. Hal ini ditanggapi Komisioner KPU Pramono Ubaid saat dikonfirmasi Sabtu (15/12), "Apa dipikir kalau pakai aluminium atau plastik tidak rusak? Mobil yang terendam banjir itu harganya pasti jatuh, karena potensi kerusakan mesin sangat besar,"  Sabtu (15/12).


Menyikapi hal ini, dari kalangan akademisi mengkritisi, dosen Komunikasi dari Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing mengatakan KPU harus mengedepankan kualitas demokrasi dibandingkan efisiensi pada pemilihan umum. Diskusi kemudian bergulir seputar kardus. Bukan pada fakta yang dihasilkan demokrasi itu sendiri. Pemimpin apa yang diharapkan lahir dengan mekanisme seperti ini.


Negeri pengemban sekularisme. Tidak ingin Allah terlibat dalam kehidupan sehari-hari. Merasa pandai dan paling tahu tentang kehidupan dunianya, maka arogan membuat aturan sendiri. Alhasil yang terjadi adalah 'negeri kardus'. Negeri yang lunak, mudah hancur menjadi bubur ketika berhadapan dengan banjir peradaban yang merusak.

/Islam Solusi Umat/

Riuh rendah netizen melihat pertunjukan yang tayang di seputar umat, benar-benar semakin membuat umat geleng kepala. Sesuatu yang jelas secara rasio, lemah dan tidak memiliki kekuatan, masih saja diemban dan diperjuangkan. Demokrasi dengan segala kelemahannya, tak akan mampu menutupi kerusakan dirinya. Mendorong umat untuk berpikir menggunakan akal dan imannya.


Pemilu bagi negeri sekularisme, benar-benar melelahkan. Menghabiskan biaya. Praktik saling tipu dan sikut sudah biasa, dan terjadi berkala setiap 5 tahun. Suara umat dipertaruhkan. Kotak alumunium saja, suara bisa dipermainkan. Apalagi kardus dengen segel gembok ala kadarnya. Bukan hanya kardusnya yang mudah dirusak, kaitnya juga.


Pantas saja umat di negeri kardus sulit bangkit. Karena untuk mengurusi urusan umat yang berskala besar pun, tidak serius dan main-main. Belum tuntas suara orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang diperhitungkan, boleh nyoblos. Kini yang terbaru, kotak suara kardus. Belum lagi kasus e-KTP yang tercecer, yang entah bagaimana nasibnya. Semakin menambah panjang daftar persoalan umat di negeri ini.


 Islam sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang beriman
«وَ اِنَّهُ لَهُدىً وَ رَحْمَهٌ لِلْمُؤْمِنینَ»

Dan sesungguhnya Al-Qur’an itu benar-benar menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS Al-Naml [27]: 77)


Satu-satunya jalan untuk bangkit adalah kebangkitan pemikiran. Umat belajar politik Islam. Dengan pemikiran yang bangkit, maka umat tidak akan mau dibodohi dengan berbagai akal-akalan politik. Umat yang pandai pun akan memilih pemimpin berkualitas bangkit. Yang bisa memimpin umat, mengurusi umat, serta menjadi perisai bagi seluruh permasalahan umat. Bukan pemimpin yang lari saat umat mengeluh memohon keadilan.


Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

إِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدَلَ كَانَ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرٌ وَإِنْ يَأْمُرْ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْهُ

“Sesungguhnya seorang pemimpin itu adalah perisai, rakyat akan berperang di belakangnya serta berlindung dengannya. Apabila ia memerintahkan untuk bertaqwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla serta bertindak adil, maka ia akan mendapat pahala. Tetapi jika ia memerintahkan dengan selain itu, maka ia akan mendapat akibat buruk hasil perbuatannya.”
[Hadis Riwayat Muslim, 9/376, no. 3428]


Saatnya kita tinggalkan seluruh pemikiran kardus. Beralih pada pemikiran cemerlang yang berlandaskan kekuatan Alquran dan Hadits. Membuang jauh pemikiran rusak yang membuat umat bodoh secara sistemik. Sebab hanya Islam yang mampu membawa umat pada peradaban emas. Al Islaamu ya'lu wa laa yu'la alaihi.

Sumber
http://www.soeara-rakjat.com/2018/12/negeri-kardus.html?m=1

Ilustrasi Pinterest.com


No comments:

Post a Comment