Para guru yang berasal dari sejumlah daerah di Indonesia itu menggelar aksi demonstrasi di seberang Istana sejak Selasa 30/10, CNNIndonesia (31/10). Tidak hanya itu, mereka pun menginap di tempat itu dengan kondisi yang serba seadanya. Mereka meminta agar Presiden Jokowi segera mengambil keputusan mengangkat semua honorer K2 tanpa tes dan tanpa batasan usia.
Persoalan guru honorer seolah tidak pernah selesai. Banyak kalangan menyayangkan sikap penguasa yang seolah hanya memberi janji di awal kampanye. Janji bahwa kualitas pendidikan secepat mungkin ditingkatkan melalui kurikulum dan kompetensi guru. Disertai dengan peningkatan kompetensi guru yang merata, tak hanya untuk guru PNS tapi juga honorer.
Akan tetapi ketika berkuasa, lupa untuk memperhatikan nasib guru honorer. Padahal sudah bertahun-tahun lamanya. Hingga akhirnya setiap kali Hari Guru, mereka turun ke jalan demi memperjuangkan nasib. Ironisnya, penguasa seolah menutup mata terhadap para guru honorer tersebut yang mendapatkan gaji sekitar Rp400.000 hingga Rp500.000 per bulan. Bahkan lebih besar upah buruh, dibanding guru honorer.
Pada 2018, kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, pemerintah akan merekrut sebanyak 112.000 guru pegawai negeri sipil. Para guru honorer bisa mengikuti tes, namun usia maksimal 35 tahun. Kebijakan tersebut sebagai bentuk kepedulian pemerintah terhadap nasib guru honorer yang sudah lama mengabdi. Sementara itu Presiden Joko Widodo enggan berkomentar soal aksi unjuk rasa para guru honorer di depan Istana, ketika ditemui wartawan dalam Sains Expo di ICE, BSD, Tangerang Selatan, Kompas.com (1/11).
Bukan hanya enggan berkomentar, bahkan presiden tidak menemui para demonstran. Bahkan perwakilan dari pemerintah, hanya menampung aspirasi, tak mampu memberi solusi. Padahal pemerintah diharapkan berpihak pada nasib guru honorer. Sebab para guru menjadi bagian penting dalam usaha mencerdaskan anak bangsa.
Sungguh mengherankan betapa guru honorer begitu sulit mengikuti CPNS. Sementara dari sisi loyalitas dengan penghasilan minim, para honorer mampu mengabdi hingga belasan tahun. Bahkan ada yang lebih dari 15 tahun. Tapi pembatasan usia, menjegal mereka untuk mendapatkan status yang lebih baik.
Karena terbukti hanya sebagian kecil saja yang mampu ikut seleksi CPNS. Kesejahteraan dalam arti luas bukan hanya persoalan gaji semata, melainkan lebih dari itu, juga menyangkut apresiasi kepangkatan, pengembangan kapasitas (capacity building), perlindungan hukum, dan lain sebagainya. Namun demikian, di tengah nasib guru yang belum baik ini, seorang guru haruslah terus memperbaiki kualitas dan potensi diri.
Meningkatkan profesionalisme, kemampuan akademis, kreatifitas, dan keuletan haruslah menjadi tekad utama sebagai pendidik generasi bangsa. Guru harus senantiasa mengembangkan keahlian, pengetahuan dan keyakinan untuk mengeksplorasi metode-metode baru baik kompetensi pedagogig, sosial, kepribadian, dan profesional dalam rangka mencapai prestasi terbaik.
Guru Di Dalam Islam
Imam Ad Damsyiqi telah menceritakan sebuah riwayat dari Al Wadliyah bin Atha yang menyatakan bahwa di kota Madinah ada tiga orang guru yang mengajar anak-anak. Khalifah Umar bin Khatthab memberikan gaji pada mereka masing-masing sebesar 15 dinar (1 dinar= 4,25 gram emas). Berarti sekitar 43 juta rupiah dengan kurs sekarang (1 gram= 679 ribu rupiah). Sebagai perbandingan, saat ini gaji guru di negeri kita berada pada kisaran 2 juta, guru honorer 300 rb. Maka gaji guru sekarang hanya 1/21 dari gaji guru pada masa Khalifah Umar.
Pada masa Rasulullah, sebagai kepala negara, beliau membebankan biaya pendidikan ke baitul maal. Rasulullah juga pernah menetapkan kebijakan terhadap tawanan perang Badar. Apabila seorang tawanan telah mengajar 10 orang penduduk Madinah membaca dan menulis, akan dibebaskan sebagai tawanan. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan adalah perkara yang penting.
Inilah negeri yang diatur dengan sistem Islam. Bukan hanya rakyat yang sejahtera. Tapi guru juga sejahtera. Dan ini berpengaruh untuk menghasilkan generasi emas bagi sebuah negara maju yang menguasai dunia. Sebab pendidikan dipandang sebagai sebuah investasi. Mencetak pemimpin peradaban mulia, demi kebangkitan umat.Tidak ada celah bagi umat untuk menjadi bodoh. Khalifah mensejahterakan guru demi ketinggian berpikir umat.
Belajar menjadi murah pada masa Khilafah. Akses mendapatkan ilmu dipermudah. Negara mempromosikan ilmu, sehingga umat senang menuntut ilmu. Orang kaya berlomba mewakafkan fasilitas belajar. Orang miskin pun tidak terhalang untuk belajar. Pendidikan mendapat perhatian besar. Di Spanyol, sekolah-sekolah sama sekali gratis. Bahkan untuk orang Badui yang sering berpindah tempat tinggal, dikirim guru kepada mereka. Yang siap mengikuti kemana mereka pergi.
Bahkan ketika Eropa abad 9 hingga 12 Masehi, tingkat buta hurufnya mencapai 95%. Di negara Khilafah jutaan anak di desa dan kota mengeja huruf dan menghafal Alquran. Anak-anak semua kelas sosial mengunjungi pendidikan dasar dengan biaya yang terjangkau. Mereka duduk di hamparan karpet. Bagai bunga-bunga yang bermekaran di musim semi. Tidak ada satu negara pun yang mampu menandingi kemuliaan Khilafah dalam menjaga pemikiran umat.
Bandingkan dengan kondisi negeri kita saat ini. Bukan hanya asas pendidikan yang keliru, karena tidak diarahkan pada qiyadah fikriyah Islam. Tapi juga kondisi guru yang memprihatinkan. Inilah yang membuat visi mencetak generasi peradaban seperti usaha yang sia-sia. Sebab pada akhirnya kehancuran peradaban manusia tinggal menunggu waktu saja. Oleh sebab itu kembali pada kejayaan Islam dengan mengembannya sebagai suatu sistem kehidupan, tidak bisa ditunda lagi.
Wallahu ‘alam biash showwab.
Sumber referensi: TSQ Stories oleh Dr. -Ing. Fahmi Amhar
http://mediasiar.com/suara-guru/

#miladke7revowriter
#revowriter
#menulisuntukperadabanmulia
#akudanrevowriter







"Hai Lulu, mengapa wajahmu muram? Bukankah langit cerah pagi ini?" Tanya Lili seraya berlari-lari menghampiri dengan kaki kecilnya.

"Ah, kamu di sini juga Lala. Baru saja aku akan mengajak kalian ke bukit. Matahari bersinar hangat. Kita ajak peri Minah juga ya," seru Lili di antara nafasnya yang terengah-engah.

Dua peri kecil, Lala dan Lulu tampak tidak bergairah. Lala bertopang dagu. Lulu mencoret-coret tanah dengan sebatang kayu kecil.

"Apa yang terjadi? Apakah peri Minah tidak ada? Tapi aku dengar goresan penanya dari dalam," kata Lili menoleh ke arah rumah peri Minah. Dengan langkah bergegas, ia menuju pintu.




"Peri minah...," Lili berbisik perlahan di pintu rumah peri Minah.
"Peri Minah, keluarlah. Bunga-bunga kuning bermekaran di atas bukit. Aku ingin mengajakmu. Bukankah kita ingin ke sana saat bunga-bunga itu mekar? Engkau sudah berjanji akan bacakan cerita," kata Lili dengan menempelkan mulutnya di pintu.


Tiga peri kecil ini sering pergi ke bukit bersama peri Minah. Mereka bermain bersama, menikmati angin sepoi-sepoi, sambil berlari-larian, bernyanyi, dan tidur di rumput hijau mendengar peri Minah bercerita. Setiap kali libur sekolah tiba, mereka menjemput peri Minah dan mengajaknya ke sana.


"Peri Minah, apakah aku boleh masuk?" Lili membuka pintu, tak terdengar suara Lala dan Lulu yang mencegahnya secara bersamaan, "Jangan Lili!"

Tiba-tiba, brugghhh!! Buku-buku jatuh menimpa Lili. Ternyata rumah peri Minah penuh buku. Pintu rumahnya tertutup karena buku-buku yang ditulisnya memenuhi ruangan.




"Maafkan aku, Lili. Aku harus menulis. Malam ini akan turun hujan. Sudah lama sekali tak ada hujan. Anak-anak manusia ingin membaca. Itu sebabnya aku harus menyelesaikan tulisanku," peri Minah berkata dengan lembut sambil mengusap bagian tubuh Lili yang tertimpa buku-buku.


"Kalian pergilah ke bukit. Sudikah kiranya kalian petikkan beberapa tangkai bunga kuning untuk menghiasi mejaku? Selesai menulis, aku akan ceritakan sebuah kisah bagus buat kalian."


"Janji ya," kata Lala.

"Kalau begitu, kami pergi lebih dulu ke sana. Kau akan segera menyusul?" Tanya Lulu.

"Iya, segera setelah tulisanku selesai aku akan menyusul kalian," kata peri Minah memeluk ketiganya.

Lala, Lili dan Lulu mengangguk lalu mereka berlari dengan berceloteh riang gembira ke arah bukit. Peri Minah tersenyum melepas kepergian mereka. Bukit memang terlihat indah dari tempatnya berdiri. Dari jauh tampak bunga-bunga kuning bagai hamparan menyelimutinya.




****************




"Tampaknya malam ini akan hujan, bunda," kata seorang gadis kecil di bumi dengan mata setengah terpejam.
Terdengar suara petir diseling kilat sambar menyambar. Cahayanya menembus tirai.

"Iya, sepertinya begitu," bunda menjawab.

"Bunda, bangunkan aku pagi-pagi sekali ya. Besok akan ada banyak buku dari Negeri Peri. Aku rindu ingin membaca. Teman-temanku pun sama. Telah lama sekali mereka tidak membaca buku. Malam ini aku ingin bermimpi tidur bersama buku-buku," gadis kecil itupun terpejam.
Terdengar nafasnya yang halus mulai teratur, di balik selimut.

"Tidurlah, besok akan bunda bangunkan pagi-pagi sekali," kata bunda seraya mengecup keningnya.

Tak lama terdengar butir-butir air hujan jatuh satu persatu membasahi kaca jendela. Wangi tanah basah menyeruak malam yang sunyi.
Bunda tersenyum, terbayang olehnya anak-anak akan bersuka cita esok dini hari, menyambut turunnya buku-buku dari langit.


******************




"Nah, apakah kalian tahu mengapa kita harus menulis?" Tanya Ratu Peri Cikgu.
"Lihatlah betapa riang anak-anak manusia menyambut hujan. Mereka menunggu buku-buku kita. Hati dan pikiran mereka harus diisi dengan kebaikan. Jika tidak, maka hal buruk yang akan mengisinya. Dan monster jahatpun dengan mudahnya menguasai dan menerkam mereka."

Para peri berkumpul di aula besar Negeri Peri, mendengar kuliah dari dari Ratu Peri Cikgu. Seluruh mata peri memandang ke arah layar besar di ruang aula.
Tampak anak-anak manusia berlarian di pagi hari menyambut hujan tulisan. Mereka menangkap buku-buku dengan riang gembira, dan segera mencari tempat yang nyaman untuk membaca.



"Apakah mereka cukup mendapatkan buku? Adakah anak yang tertinggal, tak mendapat satupun? Jika masih kurang, kita harus lebih banyak menulis esok hari," Kata Ratu Peri Cikgu.

"Jangan lupa, orang berilmu harus menulis. Sebab jika tidak, orang bodoh yang akan menyebarkan kesesatan."
Kuliah pagi ini ditutup oleh ratu peri Cikgu.

"Apakah aku bisa sepertimu, peri Minah?" Tanya Lulu saat meninggalkan aula.
Lili dan Lala menatap peri Minah seolah bertanya hal serupa. Mereka menunggu jawaban.

"Kalian mau menulis juga? Ayo ke kelas supaya kalian bisa menulis seperti aku," kata peri Minah.

"Yeyeii, aku mau tulisanku turun bersama hujan," kata Lili melonjak-lonjak kegirangan.

"Aku juga. Aku akan menulis yang banyak seperti dirimu, peri Minah," kata Lulu.




*********************




Once upon a time, in a far away kingdom there is a fairy land. The fairies are good at writing. The fairy queen named Cikgu, led her region with a very wise and prudent. She teach all of the fairy to write. All fairies produce many written.

And then their writing goes down along with the rain, which soaks the earth. All of children are waiting for rain. Hope the books and writings that come with it. They like to read writing from fairy land.

Meanwhile, the fairies live happily and love each other, until the end of time. And still  always write.

By. Lulu


Ilustrasi pinterest


By Lulu



Menulis itu mudah. Menulis sangat menyenangkan. Ia merupakan salah satu cara menyampaikan ide dan gagasan. Bisa juga untuk terapi diri. Maka menulislah terus, menulis setiap hari. Laksana menuangkan isi hati dan kepala ke dalam diary.


Hanya saja diary kita berbeda, karena dibaca banyak orang. Oleh sebab itu, menulislah yang bermanfaat bagi umat, bukan tulisan yang merusak atau mengalihkan perhatian umat dari jalan perjuangan Islam. Inilah yang membedakan tulisan kita dengan tulisan lain.


Menulis itu semudah berbicara. Dan sesenang seperti saat kita menyampaikan kabar gembira pada orang yang kita kasihi. Innamal mukminuunal ikhwah, sebab sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara.


Maka sampaikan berita gembira pada saudara kita, bahwa solusi umat itu sangat dekat. Bahkan sedekat urat nadi. Sampaikan bahwa  Islam tidak hanya berupa aturan ibadah, tapi juga aturan kehidupan. Bahkan solusi seluruh permasalahan umat pun ada di sana.


Maka sampaikan pada umat, agar mereka tak perlu mencari solusi yang jauh. Solusi lain terbukti menyesatkan dan menimbulkan masalah baru. Tapi Islam, tidak. Ia adalah solusi hakiki. Bahkan umat telah bersamanya sejak lahir. Hanya saja mereka perlu ditunjuki pada solusi yang sahih tadi. Kitalah yang harus melakukan itu.


Menulislah setiap hari, tulis yang bermanfaat bagi umat. Umat sungguh memerlukan itu. Jika umat telah berpikir dengan Islam, maka mereka akan menyatukan kekuatan juga karena Islam. Hingga pada akhirnya, perkara 'mengguncang dunia' menjadi perkara yang sangat mudah bagi umat.


Yuk nulis, semangat terus membuang peradaban kufur. Umat tidak layak hidup dengan pemikiran yang rendah, dan menjadi olok-olok musuh-musuh Islam. Kita bersama mendampingi umat di depan, di sisi kanan dan kiri, serta di belakang. Agar mereka tetap berada pada jalan yang mulia.


Sekarang adalah saat untuk menanggalkan label 'buih di lautan' yang selama ini melekat pada diri umat. Kita bergerak menuju peradaban gemilang yang pernah menguasai dunia selama 13 abad. Peradaban yang paling tepat bagi 'khoiru ummah'.


Tsumma takuunu khilafatan ala minhajin nubuwwah.


Ps, thank you so much bu guru, aku padamu. Terima kasih telah memberi kabar gembira di pagi yang indah ini. Jazakillah khoiron katsiiran, semoga Allah membalas dengan kebaikan yang banyak, aamiin





Selaput tipis putih menggores biru
melengkung membentuk senyummu,
mengurai sendu,
yang mengganggu tidur malammu.

Aku merangkai keindahan
menjalin butir-butir peristiwa
dengan intan berlian syariat.

Lembayung senja memeluk angkasa
menyentuh luka dan nestapa
menepis jelaga
yang menyesakkan dada.

Kusatukan kepedihan
menjadi rangkaian kata,
Dengan cinta pada sesama.



Akulah rangkaian kata,
aku rangkaian peristiwa.
Kutulis semua keindahan agar menjadi cerita,
demi tegaknya kalimat Allah.

Harum kembang setaman mengusik kalbu,
tak pernah sama dengan perdu.
Tidak wanginya,
tidak juga indahnya.



Akulah rangkaian kata,
aku jalin peristiwa.
Kutulis baris peradaban,
rindu bangkitnya generasi mulia.


By. Lulu Nugroho

Powered by Blogger.